Sabtu, (25/5/24) Matrosi sanjoko Ketua PSNU (Perhutanan Sosial Nahdlatul Ulama) warga desa Tambak Ukir Kendit, mendatangi Polres Situbondo untuk mengklarifikasi terkait dugaan penipuan yang terjadi di lima desa Situbondo yaitu Desa Kayumas, Desa Kertosari, Desa Kedunglo, Desa Curah Tatal, dan Desa Pedati Singga. Saat di Polres dirinya ditemui anggota dan dijelaskan Panjang lebar dengan mengatakan peristiwa tersebut sudah di terima.
Matrosi mengatakan “Dugaan penipuan ini berawal dari usulan SK PS HKM (Perhutanan Sosial Hutan Ke Masyarakat) oleh Mh dan Jr (inisial red.) kepada masyarakat di lima desa tersebut. Sementara Dugaan yang didapat mereka dikabarkan menarik uang dengan iming-iming akan membantu kepengurusan SK PS HKM” katanya.
Lebih lanjut Matrosi menuturkan “Namun, hingga saat ini, SK PS HKM tersebut tidak kunjung keluar karena usulannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Mh dan Jr menggunakan peraturan lama, padahal saat ini ada PP No. 4 Tahun 2023 yang menyatakan bahwa pengusulan SK PS HKM harus sesuai dengan batas administratif desa dan Peta Indikasi Perhutanan Sosial (PIAP) yang telah ditentukan oleh Kementerian LHK” imbuhnya.
Matrosi menjelaskan, dirinya sudah lama mengawal permohonan dan berhasil atau sukses sehingga ada 14 KTH (Kelompok Tani Hutan) di masing masing Desa dapat memiliki SK dari kementerian LHK, Namun hanya satu KTH di Desa Kukusan ditunda karena dianggap kurang kondusif.
Masyarakat yang merasa tertipu dan dimintai uang oleh Mh dan Jr mulai mendesak mereka. Akhirnya, Mh dan Jr memberikan surat permohonan adendum kepada masyarakat dan diduga meminta uang lagi.
Surat permohonan addendum (SPA) diduga banyak data dimanipulasi oleh Mh dan Jr serta dibagikan kepada masyarakat dengan mengatakan sebagai SK PSHKM. Padahal, surat tersebut hanyalah permohonan adendum yang tidak akan pernah diterima karena menggunakan pola lama.
Parahnya lagi, SPA tersebut dibagikan di luar PIAP yang masih dikelola oleh Perhutani. Orang-orang yang mendapatkan SPA tersebut, yang seharusnya masih membayar Dana Sharing kepada Perhutani, dilarang oleh Mh dan Jr untuk membayar ke Perhutani dianjurkan untuk membayar ke kelompoknya. Ini telah berlangsung selama dua tahun berturut-turut diduga kejadian ini dapat merugikan Perhutani dan negara.
Namun anehnya, Perhutani tidak pernah mempermasalahkan orang yang menarik uang dari petani kopi di lima desa, dua kabupaten, empat KRPH (Kawasan Registerer Hutan Produksi), dan dua KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan). (red)