Aksi perampasan motor oleh debt collector kembali terjadi lagi di Situbondo Debt. collector merampas motor yang nunggak cicilan ini terjadi di Jalan Pemuda Situbondo.
“Korbannya seorang pengendara motor berinisial ST,” kata Hartadi Ketua LSM Perjuangan Rakyat.
Hartadi mengungkapkan, ST mulanya berkendara dari Rumahnya, Jangkar.
Korban kemudian dipepet dan diberhentikan oleh beberapa pelaku diantaranya yang dikenali oleh dirinya berinisial B dan A yang berboncengan sepeda motor.
Usai berhenti korban kemudian diperiksa oleh pria yang mengaku sebagai debt collector.
“Pelaku beralasan bahwa sepeda motor yang digunakan korban telat melakukan pembayaran,” ungkap Hartadi.
Para pelaku kemudian meminta STNK motor ST dn mengajak korban menyelesaikan persoalan itu di kantornya.
“Korban dibonceng oleh terlapor dan diturunkan di jalanan,” bilangnya lagi.
“Selanjutnya sepeda motor korban dibawa,” ujar Hartadi.
Korban yang merasa dirugikan lalu melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Situbondo didampingi Ketua LSM Perjuangan Rakyat pada Senin (26/8/2024).
“ Padahal Mengacu pada POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan diperbolehkan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka penagihan. Dalam hal ini adalah debt collector.
Dalam proses penagihan, debt collector diwajibkan membawa sejumlah dokumen:
- Kartu identitas
- Sertifikat Profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi yang terdaftar di OJK
- Surat tugas dari perusahaan pembiayaan
- Bukti dokumen wanprestasi debitur
- Salinan sertifikat jaminan fidusia
Dalam menjalankan proses penagihan, debt collector dilarang melakukan tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial, antara lain:
- Menggunakan cara ancaman
- Melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan
- Memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal
Jika hal tersebut dilakukan, bagi debt collector maupun Perusahaan Pembiayaan terkait akan dapat berpotensi terkena sanksi hukum berupa pidana maupun sosial berupa stigma negatif dari masyarakat”. Imbuh Hartadi. (Hos)